Pasukan Popular di Gaza pro Israel mengumumkan pergantian kepemimpinan setelah tewasnya komandan mereka, Yasser Abu Shabab, dalam insiden penembakan yang terjadi pekan lalu. Pergantian itu menempatkan Ghassan al-Dahini, wakil lama Abu Shabab, sebagai pemimpin baru kelompok tersebut. Pengangkatan ini dikemas dengan ungkapan Arab tradisional “khair khalaf li khair salaf”, yang berarti “pengganti yang baik untuk pendahulu yang baik”.
Ghassan al-Dahini disebut langsung mengambil alih tugas operasional begitu kondisi keamanan internal mulai stabil pasca kejadian. Meski sebelumnya dirawat di rumah sakit akibat luka tembak yang ia alami dalam insiden yang sama, al-Dahini dinyatakan cukup pulih untuk mulai menjalankan tanggung jawab militernya. Sumber internal kelompok menyebut ia telah melakukan sejumlah inspeksi terhadap unit-unit anti-teror yang berada di bawah koordinasi Pasukan Popular.
Al-Dahini dikenal sebagai salah satu tokoh muda yang naik daun di lingkungan milisi Gaza. Sebelum menjabat sebagai wakil komandan, ia memimpin satuan pengamanan internal yang bertanggung jawab mengawasi wilayah perbatasan timur Rafah. Reputasinya terbentuk dari gaya kepemimpinan yang tegas namun cenderung lebih taktis dibanding pendahulunya.
Menurut catatan internal kelompok, Ghassan al-Dahini berusia sekitar awal 40-an dan berasal dari keluarga urban di wilayah Rafah. Ia bukan figur klan besar, tetapi kariernya berkembang karena kemampuan teknis dan kedekatannya dengan struktur keamanan lokal. Selama bertahun-tahun, ia dikenal banyak bekerja di bawah radar tanpa ekspos publik berlebihan.
Sebelum bergabung dengan Pasukan Popular, al-Dahini pernah menjadi bagian dari aparat keamanan lokal yang menangani operasi anti-penyelundupan. Pengalamannya inilah yang membuatnya dipilih Abu Shabab sebagai tangan kanan dalam pembentukan unit-unit pengamanan alternatif di luar struktur Hamas. Rekam jejak itu juga membuatnya dianggap lebih sistematis dalam pengambilan keputusan.
Pengangkatan al-Dahini disambut dengan pernyataan resmi dari Pasukan Popular, yang menegaskan bahwa ia adalah sosok yang mampu melanjutkan “visi keamanan lokal” kelompok tersebut. Dalam kunjungan perdananya ke unit anti-teror, al-Dahini terlihat menekankan disiplin dan kesiapsiagaan, sambil memastikan bahwa operasi kelompok tetap berjalan meski terjadi pergantian komando. Kelompok ini dianggap sering melakukan penculikan warga yang menjadi incaran Israel dalam kampanya genosida terhadap warga Palestina dalam dua tahun terakhir.
Meski demikian, masa depan kepemimpinannya tidak bebas dari tantangan. Kematian Abu Shabab memperlihatkan rapuhnya situasi internal Gaza, di mana konflik keluarga dapat berkembang menjadi tragedi yang menimpa tokoh militer lokal. Al-Dahini kini harus menavigasi dinamika klan, tekanan keamanan, dan hubungan sensitif dengan faksi besar seperti Hamas.
Sumber lokal menyebut bahwa al-Dahini dipandang lebih moderat dibanding pendahulunya, terutama dalam hal hubungan antarkeluarga di Rafah. Pengamat menyebut hal ini dapat menjadi keuntungan, mengingat Pasukan Popular kerap bersinggungan dengan kelompok keluarga besar akibat tindakan pengamanan mereka.
Sementara itu, Pasukan Popular menghadapi pertanyaan besar mengenai arah mereka setelah kehilangan pemimpin yang dikenal keras dalam mengambil tindakan. Kelompok itu selama ini bergerak sebagai milisi lokal anti-Hamas yang menjalin hubungan tidak langsung dengan jaringan keamanan Israel. Banyak pihak menilai bahwa gaya al-Dahini mungkin membawa pendekatan yang lebih hati-hati.
Beberapa analis keamanan berpendapat bahwa kelompok ini akan tetap berpengaruh di tingkat lokal, terutama karena mereka menguasai area-area kecil yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali Hamas. Namun pengaruh itu dapat menurun bila al-Dahini tidak mampu mempertahankan kesolidan internal kelompok.
Tantangan terbesar Pasukan Popular adalah mempertahankan struktur komando setelah kehilangan figur sentral. Abu Shabab dikenal sangat dominan dalam pengambilan keputusan, sementara al-Dahini harus membangun otoritas dari bawah, terutama di antara komandan lapangan yang selama ini lebih dekat secara personal dengan Abu Shabab.
Kelompok ini juga harus menghadapi tekanan sosial akibat insiden penembakan yang melibatkan keluarga Abu Sanima. Walaupun penyelidikan telah memastikan bahwa insiden itu murni konflik keluarga, perpecahan sosial di lingkungan sekitar masih terasa, dan al-Dahini harus memastikan tidak ada aksi balasan yang dapat memicu ketegangan baru.
Di sisi lain, pergantian kepemimpinan ini memberikan kesempatan bagi Pasukan Popular untuk menata ulang struktur operasionalnya. Beberapa tokoh internal menyebut bahwa al-Dahini tengah mempertimbangkan reorganisasi kecil untuk memperkuat jalur komando dan meminimalkan konflik kepentingan antar-unit.
Masa depan kelompok ini juga dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan otoritas Gaza. Pasukan Popular selama ini mengambil posisi di luar garis resmi Hamas, tetapi tidak berhadap-hadapan secara terbuka. Pendekatan al-Dahini yang lebih pragmatis dapat membuka peluang stabilisasi hubungan antara kedua pihak.
Kondisi geopolitik Gaza yang terus berubah juga menentukan prospek kelompok tersebut. Dengan meningkatnya tekanan ekonomi dan sosial, kelompok bersenjata lokal sering muncul sebagai otoritas alternatif. Pasukan Popular dapat memanfaatkan situasi ini bila mereka mampu menjaga stabilitas internal dan konsistensi misi mereka.
Pengamat lokal menilai bahwa kelompok ini mungkin tidak akan berkembang menjadi kekuatan besar, tetapi tetap menjadi aktor penting di wilayah tertentu. Peran mereka sebagai kelompok keamanan lokal membuat mereka relevan, terutama di area yang minim pengawasan resmi.
Namun ancaman terbesar bagi masa depan kelompok ini adalah fragmentasi internal. Bila al-Dahini gagal membangun loyalitas, kemungkinan munculnya faksi baru dari tubuh Pasukan Popular tidak dapat diabaikan. Pemimpin baru ini membutuhkan waktu, strategi, dan legitimasi untuk menjaga kohesi kelompok.
Meski begitu, pada hari-hari pertama kepemimpinannya, al-Dahini tampak mencoba menegaskan stabilitas. Kunjungan-kunjungan inspektif dan pernyataan publik yang terukur menunjukkan upaya untuk segera mengisi kekosongan kepemimpinan pasca kematian Abu Shabab.
Bagi masyarakat Gaza yang terbiasa dengan perubahan cepat dalam struktur kelompok kecil, pergantian ini memunculkan harapan baru bahwa konflik internal tidak akan berkembang lebih jauh. Setidaknya untuk saat ini, Pasukan Popular berusaha menyampaikan pesan bahwa mereka tetap solid dan mampu beradaptasi.
Dengan segala tantangannya, masa depan kelompok ini berada di tangan seorang pemimpin baru yang memulai jabatan dalam situasi paling sensitif. Ghassan al-Dahini kini menjadi figur kunci dalam menentukan apakah Pasukan Popular akan tetap bertahan sebagai kekuatan lokal yang terorganisir, atau perlahan melemah di tengah tekanan konflik internal Gaza.



